BLOGGER TARAKAN KOMUNITAS
Poliagro Tarakan Kalimantan Timur ~ agrokaltim.blogspot.com Poliagro Tarakan Kalimantan Timur ~ agrokaltim.blogspot.com Poliagro Tarakan Kalimantan Timur ~ agrokaltim.blogspot.com Poliagro Tarakan Kalimantan Timur ~ agrokaltim.blogspot.com
Poliagro Tarakan Kalimantan Timur ~ agrokaltim.blogspot.com Poliagro Tarakan Kalimantan Timur ~ agrokaltim.blogspot.com Poliagro Tarakan Kalimantan Timur ~ agrokaltim.blogspot.com Poliagro Tarakan Kalimantan Timur ~ agrokaltim.blogspot.com

Thursday, February 26, 2009

Dahlan Iskan : Pertanyaan Besar untuk PLN Tarakan

Dahlan Iskan : Pertanyaan Besar untuk PLN Tarakan - ArdizSAYA ke Tarakan dan Nunukan minggu lalu. Yang tidak saya duga adalah ini: masyarakat lagi ribut soal listrik yang mati terus. Di Nunukan kelihatannya segera dapat jalan keluar, tapi di Tarakan harapan pun masih gelap.

PLN Nunukan cerdas sekali ketika berhasil “merebut” genset-genset bekas PON Kaltim yang memang tidak akan pernah dipakai lagi itu. Saya tidak tahu bagaimana kisah di balik usaha merebut genset yang selama ini memang mubazir itu. Wartawan Radar Tarakan yang ada di Nunukan, alpa menuliskan kisah di balik keberhasilan kecil tapi penting ini.

Di Tarakan ada pertanyaan besar, besar sekali, mengapa tidak mampu mengatasi krisis listrik. Pertanyaan itu besar sekali karena PLN di Tarakan sudah dibuat berbeda dengan PLN di daerah-daerah lain. Status PLN di Tarakan bukan lagi wilayah, atau cabang atau pembantu cabang. PLN di Tarakan sudah berdiri sebagai satu perusahaan mandiri. Di Tarakan, beda dengan di Kaltim, atau Nunukan atau Balikpapan atau Samarinda, atau Banjarmasin atau Surabaya, PLN-nya sudah berdiri sendiri: PT PLN Tarakan. Di Tarakan PLN-nya sudah punya direktur sendiri, komisaris sendiri dan organisasi sendiri.

Pertanyaan besarnya: mengapa direksinya tidak bisa membuat keputusan? Mengapa komisarisnya tidak menegur direksi yang tidak membuat keputusan? Atau, kalau direksinya sudah membuat keputusan, mengapa komisarisnya diam?

PLN di Tarakan, bukanlah cabang atau wilayah, yang untuk memutuskan masih memerlukan petunjuk atau arahan atau sinyal atau kerdipan atau bisik-bisik atau suara-suara gaib atau apa pun dari atasannya. PLN di Tarakan tidak punya atasan. PLN Tarakan adalah atasan itu sendiri.

Kalau PLN Tarakan tidak bisa dan tidak mampu membuat keputusan, untuk apa PT PLN Tarakan diadakan? Bubarkan saja! Kembalikan saja statusnya sebagai cabang. Atau bahkan tidak perlu ada PLN agar masyarakat atau Pemda, punya inisiatif sendiri untuk mengatasi kebutuhan listriknya.

Tarakan bukan kota besar yang masyarakatnya tidak mampu mendirikan pembangkit listrik sendiri: asal diberi kesempatan untuk itu. PLN, kalau merasa tidak mampu sebaiknya menyerah: lempar handuk. Jangan mengira hanya PLN yang bisa memproduksi listrik.

Masalahnya adalah: hanya PLN yang diberi wewenang untuk mengatur listrik. Coba pemerintah beri satu contoh wilayah kecil seperti Tarakan untuk mengatasi listriknya sendiri. Pasti bisa lebih baik. Apa pun jalannya.

Saya seperti menangis ketika berada di Tarakan minggu lalu. Saya membayangkan Pemdanya yang sangat bergairah membangun, sampai-sampai ingin membuat Tarakan sebagai Singapura mini. Saya membayangkan pengusahanya yang demikian antusias untuk berinvestasi di Tarakan, padahal banyak tempat lain yang bisa ditanami modal dengan hasil yang lebih baik. Saya membayangkan betapa bangganya orang Tarakan akan kotanya yang berkembang pesat belakangan ini. Semua itu seperti disiram air keras oleh PLN: ludes.

Memang PLN rugi besar dengan tarif listrik semurah sekarang. Saya tahu itu. Tapi persoalan pokoknya bukan karena tarifnya murah. Persoalan pokoknya adalah ongkos produksi PLN yang mahal! Bahwa mengapa PLN memilih pembangkit yang ongkos produksinya mahal, bukanlah urusan rakyat. Rakyat tidak tahu itu! Itu urusan PLN sendiri.

Rakyat Tarakan pernah membuktikan mau membayar tarif listrik termahal di Indonesia. Tidak apa-apa. Tapi ternyata kenaikan itu tidak dipakai sebagai kesempatan untuk mengatasi persoalan PLN secara mendasar. Kenaikan itu hanya untuk mengatasi persoalan sementara. Karena itu kali ini sebaiknya jangan ada lagi kenaikan tarif dulu. Tolak dulu. Harus ada bukti bahwa kenaikan itu nanti untuk mengatasi persoalan yang lebih permanen.

Mengapa dengan kenaikan yang hebat dulu itu PLN tidak mampu mengadakan pembangkit yang ongkosnya murah? Mengapa kesempatan saat itu tidak digunakan untuk menarik investor yang mau membangun pembangkit yang ongkos operasionalnya murah?

Mengapa kenaikan tarif saat itu justru hanya untuk menarik investor yang mendatangkan mesin jenis aneh –yang hanya cocok untuk situasi darurat? Bahkan mengapa kalau ada orang yang mau membangun pembangkit dengan ongkos operasional murah –seperti yang saya lakukan di PLTU Embalut dekat Samarinda—tidak mendapat respons yang memadai?

Maka, kalau PLN Tarakan yang sudah berbentuk PT (Perseroan Terbatas) tidak mampu mengambil keputusan, benar-benar harus dibahas: untuk apa ada PT? Apakah PT PLN Tarakan sebenarnya hanya boneka dari monster PLN saja? (*)

Sumber : KaltimPost.net (Senin, 23 Februari 2009)

Labels:

Stop Global Warming! Help Us… Help You!

Stop Global Warming! Help Us… Help You! - Ardiz Tarakan
Tahun 2040, 2000 Pulau-Pulau Indonesia Tenggelam

Mungkin Anda menduga, udara yang akhir-akhir ini makin panas, bukanlah suatu masalah yang perlu kita risaukan.

"Mana mungkin sih tindakan satu-dua makhluk hidup di jagat semesta bisa mengganggu kondisi planet bumi yang mahabesar ini?" barangkali begitulah Anda berpikir.

Baru-baru ini, Inter-governmental Panel on Cimate Change (IPCC) mempublikasikan hasil pengamatan ilmuwan dari berbagai negara. Isinya sangat mengejutkan. Selama tahun 1990-2005, ternyata telah terjadi peningkatan suhu merata di seluruh bagian bumi, antara 0,15 – 0,3o C. Jika peningkatan suhu itu terus berlanjut, diperkirakan pada tahun 2040 (33 tahun dari sekarang) lapisan es di kutub-kutub bumi akan habis meleleh. Dan jika bumi masih terus memanas, pada tahun 2050 akan terjadi kekurangan air tawar, sehingga kelaparan pun akan meluas di seantero jagat. Udara akan sangat panas, jutaan orang berebut air dan makanan. Napas tersengal oleh asap dan debu. Rumah-rumah di pesisir terendam air laut. Luapan air laut makin lama makin luas, sehingga akhirnya menelan seluruh pulau. Harta benda akan lenyap, begitu pula nyawa manusia.

Di Indonesia, gejala serupa sudah terjadi. Sepanjang tahun 1980-2002, suhu minimum kota Polonia (Sumatera Utara) meningkat 0,17o C per tahun. Sementara, Denpasar mengalami peningkatan suhu maksimum hingga 0,87 o C per tahun. Tanda yang kasat mata adalah menghilangnya salju yang dulu menyelimuti satu-satunya tempat bersalju di Indonesia, yaitu Gunung Jayawijaya di Papua. Hasil studi yang dilakukan ilmuwan di Pusat Pengembangan Kawasan Pesisir dan Laut, Institut Teknologi Bandung (2007), pun tak kalah mengerikan. Ternyata, permukaan air laut Teluk Jakarta meningkat setinggi 0,8 cm. Jika suhu bumi terus meningkat, maka diperkirakan, pada tahun 2050 daerah-daerah di Jakarta (seperti : Kosambi, Penjaringan, dan Cilincing) dan Bekasi (seperti : Muaragembong, Babelan, dan Tarumajaya) akan terendam semuanya.

Dengan adanya gejala ini, sebagai warga negara kepulauan, sudah seharusnya kita khawatir. Pasalnya, pemanasan global mengancam kedaulatan negara. Es yang meleleh di kutub-kutub mengalir ke laut lepas dan menyebabkan permukaan laut bumi – termasuk laut di seputar Indonesia – terus meningkat. Pulau-pulau kecil terluar kita bisa lenyap dari peta bumi, sehingga garis kedaulatan negara bisa menyusut. Dan diperkirakan dalam 30 tahun mendatang sekitar 2000 pulau di Indonesia akan tenggelam.

Bukan hanya itu, jutaan orang yang tinggal di pesisir pulau kecil pun akan kehilangan tempat tinggal. Begitu pula asset-asset usaha wisata pantai. Peneliti senior dari Center for International Forestry Research (CIFOR), menjelaskan, pemanasan global adalah kejadian terperangkapnya radiasi gelombang panjang matahari (disebut juga gelombang panas / inframerah) yang dipancarkan bumi oleh gas-gas rumah kaca (efek rumah kaca adalah istilah untuk panas yang terperangkap di dalam atmosfer bumi dan tidak bisa menyebar). Gas-gas ini secara alami terdapat di udara (atmosfer). Penipisan lapisan ozon juga memperpanas suhu bumi. Karena, makin tipis lapisan-lapisan teratas atmosfer, makin leluasa radiasi gelombang pendek matahari (termasuk ultraviolet) memasuki bumi.

Pada gilirannya, radiasi gelombang pendek ini juga berubah menjadi gelombang panas, sehingga kian meningkatkan konsentrasi gas rumah kaca tadi. Karbondioksida (CO2) adalah gas terbanyak (75%) penyumbang emisi gas rumah kaca. Setiap kali kita menggunakan bahan bakar fosil (minyak, bensin, gas alam, batubara) untuk keperluan rumah tangga, mobil, pabrik, ataupun membakar hutan, otomatis kita melepaskan CO2 ke udara. Gas lain yang juga masuk peringkat atas adalah metan (CH4,18%), ozone (O3,12%), dan clorofluorocarbon (CFC,14%). Gas metan banyak dihasilkan dari proses pembusukan materi organic seperti yang banyak terjadi di peternakan sapi. Gas metan juga dihasilkan dari penggunaan BBM untuk kendaraan. Sementara itu, emisi gas CFC banyak timbul dari sistem kerja kulkas dan AC model lama. Bersama gas-gas lain, uap air ikut meningkatkan suhu rumah kaca.

Gejala sangat kentara dari pemanasan global adalah berubahnya iklim. Contohnya, hujan deras masih sering datang, meski kini kita sudah memasuki bulan yang seharusnya sudah terhitung musim kemarau. Menurut perkiraan, dalam 30 tahun terakhir, pergantian musim kemarau ke musim hujan terus bergeser, dan kini jaraknya berselisih nyaris sebulan dari normal.

Banyak orang menganggap, banjir besar bulan Februari lalu yang merendam lebih dari separuh DKI Jakarta adalah akibat dari pemanasan global saja. Padahal 35% rusaknya hutan kota dan hutan di Puncak adalah penyebab makin panasnya udara Jakarta. Itu sebabnya, kerusakan hutan di Indonesia bukan hanya menjadi masalah warga Indonesia , melainkan juga warga dunia. Direktur Eksekutif Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi), mengatakan, Indonesia pantas malu karena telah menjadi Negara terbesar ke-3 di dunia sebagai penyumbang gas rumah kaca dari kebakaran hutan dan pembakaran lahan gambut (yang diubah menjadi permukiman atau hutan industri). Jika kita tidak bisa menyelamatkan mulai dari sekarang, 5 tahun lagi hutan di Sumatera akan habis, 10 tahun lagi hutan Kalimantan yang habis, 15 tahun lagi hutan di seluruh Indonesia tak tersisa. Di saat itu, anak-anak kita tak lagi bisa menghirup udara bersih. Jika kita tidak secepatnya berhenti boros energi, bumi akan sepanas planet Mars. Tak akan ada satupun makhluk hidup yang bisa bertahan, termasuk anak-anak kita nanti.

Cara-cara praktis dan sederhana ‘mendinginkan’ bumi :
  1. Matikan listrik. (jika tidak digunakan, jangan tinggalkan alat elektronik dalam keadaan standby. Cabut charger telp. genggam dari stop kontak. Meski listrik tak mengeluarkan emisi karbon, pembangkit listrik PLN menggunakan bahan baker fosil penyumbang besar emisi).

  2. Ganti bohlam lampu ke jenis CFL, sesuai daya listrik. Meski harganya agak mahal, lampu ini lebih hemat listrik dan awet).

  3. Bersihkan lampu (debu bisa mengurangi tingkat penerangan hingga 5%).

  4. Jika terpaksa memakai AC…. Tutup pintu dan jendela selama AC menyala. Atur suhu sejuk secukupnya, sekitar 21-24o C).

  5. Gunakan timer (untuk AC, microwave, oven, magic jar, dll).

  6. Alihkan panas limbah mesin AC untuk mengoperasikan water-heater.

  7. Tanam pohon di lingkungan sekitar Anda.

  8. Jemur pakaian di luar. Angin dan panas matahari lebih baik ketimbang memakai mesin (dryer) yang banyak mengeluarkan emisi karbon.

  9. Gunakan kendaraan umum (untuk mengurangi polusi udara).

  10. Hemat penggunaan kertas (bahan bakunya berasal dari kayu).

  11. Say no to plastic. Hampir semua sampah plastic menghasilkan gas berbahaya ketika dibakar. Atau Anda juga dapat membantu mengumpulkannya untuk didaur ulang kembali.

  12. Sebarkan berita ini kepada orang-orang di sekitar Anda, agar mereka turut berperan serta dalam menyelamatkan bumi.

Labels:

Tuesday, February 10, 2009

ID AYU RATIH

Nama : ID Ayu Ratih
Angkatan : 2 (1989)
Pekerjaan : TRH Berau